SAMARINDA. Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang di rencanakan 13 Febuari ini terancam dibatalkan. Apa pasal?
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) Samri Shaputra menyebutkan rapat yang digelar Kamis (2/2) bukanlah paripurna ataupun finalisasi. Rapat yang digelar bersama PUPR dan para pihak yang mengajukan peninjauan kembali (PK) hanyalah rapat penguatan. Sebagai lembaga yang membuat perda, pihaknya tidak ingin ada permasalahan setelah perda disahkan berlaku.
“Bukan penetapan, jadi memang ada rencana 13 Febuari pengesahan. Tapi kita di DPRD sampai saat ini belum menjadwalkan. Tanggal itu usulan dari Pemkot berdasarkan petunjuk dari Kementerian ATR. Tapi kita harus membahas lebih dalam lagi. Jangan sampai perda yang sudah kita buat nanti mendapatkan gugatan dari pihak lain,” urai Samri.
Pemanggilan Bapemperda ke pihak terkait adalah untuk memberikan kepastian. Agar informasi sosialisasi perda sudah sampai kepada pihak-pihak yang mengajukan PK.
Setelah perda RTRW ini rampung dan sah, ia berharap tidak ada lagi pihak yang merasa tidak dilibatkan dalam pembuatannya. Samri menyampaikan perda yang dibuat sebisa mungkin lepas dari gugatan dari masyarakat. Karena ia beranggapan bahwa apabila masih ada gugatan, artinya perda yang dibuat belum sempurna.
“Hari ini kita mengundang untuk menegaskan informasi, sosialisasi tentang perda ini sudah sampai ke mereka. Kalau dipastikan sudah tersampaikan sehingga paska perda ini disahkan tidak ada lagi perdebatan, apabila sudah kita ketok kemudian digugat, malu, berarti ada kekurangan, masih lemah disahkan,” sambung samri.
Wakil ketua Komisi III ini menyebutkan perda yang dibuat pasti berkesesuaian dengan peraturan yang ada di atasnya, terutama perda provinsi. Perda diharapkan tidak tumpang tindih aturan. Terlebih, DPRD Kota Samarinda juga tidak bisa memutuskan secara sepihak, jika perda yang disahkan bertentangan dengan peraturan provinsi.
“Semua berdasarkan turunan dari provinsi. Di sini kita hanya menyesuaikan. Kita tidak bisa menentukan sendiri jika ternyata bertentangan dengan provinsi, bisa tumpang tindih. Jadi apa yang ditetapkan di provinsi, kita hanya mengolah dan menyesuaikan,” pungkasnya. (nk/adv/dprdsamarinda)