SAMARINDA – Komisi II DPRD Kaltim menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Forum Perempuan Peduli Perumahan Korpri Loa Bakung (FPPPKLB) Samarinda di ruang rapat Gedung E Kantor DPRD Kaltim, Selasa (10/10).
RDP tersebut guna membahas status lahan perumahan Korpri dari Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM).
RDP dipimpin Anggota Komisi II Sapto Setyo Pramono didampingi Masykur Sarmian dan A. Komariah serta Kepala BPKAD Fahmi Prima Laksana, Kepala Biro Hukum Setda Kaltm Suparmi dan Gede Eka dari Kejaksaan Tinggi Kaltim.
Sapto Setyo Pramono, menegaskan bahwa langkah ini bertujuan untuk mendesak Pemerintah Provinsi Kaltim untuk mengirimkan surat resmi kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait masalah tanah di Loa Bakung yang telah berlarut-larut selama hampir 30 tahun.
“Solusi yang diperlukan harus jelas dan resmi. Kami perlu mengetahui apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah ini, baik yang manis maupun yang pahit,” kata politisi partai Golkar ini.
Berkenaan hal itu, FPPPKLB akan mengirimkan tiga perwakilan saat berkonsultasi dengan Kemendagri, namun mereka juga berkomitmen untuk menerima keputusan yang dikeluarkan Kemendagri.
“Kami tidak boleh memaksakan kehendak kami jika itu bukan dalam kewenangan kami. Kami siap menerima risiko apapun dan bahkan sudah merencanakan masalah akomodasi dan transportasi untuk memfasilitasi perjalanan kami,” sebut Sapto.
Hal itu sengaja ditempuh Komisi II agar permasalahan ini bisa selesai secara maksimal. Sehingga, jangan sampai warga mengatakan pemerintah dengan DPRD tidak peduli.
“Ini harus digaris bawahi. Artinya kita secara pribadi dengan uang pribadi memfasilitasi ini. Anggaran kan sebenarnya tidak ada. Ini bentuk kepedulian,” imbuhnya.
Disinggung soal legalitas tanah, Sapto mengatakan tanah tersebut memang masih milik Pemprov Kaltim. Menurutnya, SHGB memang bisa diperpanjang, namun yang jadi persoalan saat ini adanya keinginan warga untuk diubah jadi SHM.
“Memang di awal perjanjian, secara kronologis bahwa itu adalah hak pengelolaan lahan. Artinya, lahan itu dikelola tapi bukan untuk dimiliki. Itu juga untuk PNS. Tapi saya tidak tahu, apakah warga Loa Bakung itu seluruhnya masih PNS atau sudah beralih ke pihak lain,” ujarnya.
Sementara, Ketua FPPPKLB, Neneng Herawati mengatakan agar dapat penjelasan lebih lanjut, perwakilan warga ada yang akan datang ke Kemendagri. Dia mengatakan, pihaknya ada mendapatkan solusi terkait hibah lahan.
“Ada payung hukumnya, hibah itu bisa diberikan dengan cara kemanusiaan, sosial. Banyak macam celah,” tandasnya. (nk/adv/dprd kaltim)