Politik Dinasti, Masak Sih?

ORANGTUA mana yang tak senang, bahagia ketika anaknya sukses dan berhasil. Mau di bidang apapun. Tentu menjadi kebanggaan keluarga. Sah-sah saja. Normal. Dan sudah menjadi keinginan dan harapan semua orangtua sejagad.

Namun, jika ini kita tarik ke dunia politik, tentu menjadi hal berbeda. Perdebatan, persetujuan, penolakan, pendukungan dan sejenisnya pasti muncul. Entah itu karena berdasar murni atas pikiran akal sehat atau ada muatan kepentingan, kita tak tahu.

Hampir sepekan ini, kita dijejali informasi mengenai ramainya bursa pencalonan presiden. Konflik gusur menggusur tanah, kenaikkan harga BBM, susahnya mencari pupuk subsidi, harga sembako dan bahan lainnya naik, nilai Rupiah yang anjlok, eh salah, Dolar yang menguat, seolah terpinggirkan. Tak ada hal yang paling krusial saat ini di Tanah Air selain seputar capres dan wakilnya. Ditambah lagi dengan bumbu: Dinasti Politik. Wuih…makin sedap saja.

Menarik apa yang disampaikan salah satu pengamat politik, atau apa sajalah predikatnya, perihal dinasti politik. Menurutnya, kita mesti satu frekuensi dan satu pemahaman apa itu dinasti politik. Jadi tidak kujuk-kujuk menghakimi bahwa itu dinasti politik.

Ada 3 poin yang jika itu terpenuhi, maka gugurlah stigma dinasti politik. Pertama, presiden tidak menggunakan kekuasaannya untuk menawarkan sanak familinya menjabat atau menjadi sesuatu di negeri ini. Kedua, itu memang sudah menjadi pilihan para partai berdasar integritas, kemampuan, pengalaman, dan seterusnya. Terakhir, karena memang dipilih dan terpilih melalu pemilu.

Tapi yang seru, banyak fakta maupun kejadian yang tak terungkap. Apakah benar presiden tidak ikut cawe-cawe, tidak pernah menghubungi para ketua partai untuk memilih anaknya, menggunakan fasilitas negara untuk mengatur aturan agar sesuai keinginan.

Yang muncul di permukaan adalah, saban ditanya perihal pencalonan anaknya menjadi wapres, pak presiden selalu menjawab template: “Kok tanya saya,”

Tentu, pastilah main aman. Dan tak mungkin terang-terangan. Bahkan superhero sekalipun, masih ada yang mengenakan topeng untuk menyembunyikan identitas dirinya.

Halaman Berikutnya

(Tulisan di atas adalah pandangan pribadi penulis dan menjadi tanggung jawab penulis yang bersangkutan)

  • Deni Sulaksono

    Mediapreneur yang masih berupaya memantaskan diri dengan menyerap ilmu sebanyak-banyaknya.

POPULER
Search