Polemik RUU Penyiaran: Ancaman bagi Kebebasan Pers di Indonesia

Demo penolakan Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran oleh kalangan pekerja pers di Kaltim.
  • Pasal 50 B ayat 2 huruf (k):
    Mengatur larangan konten siaran yang mengandung penghinaan, pencemaran nama baik, dan berita bohong. Meskipun tampak melindungi, ketentuan ini dapat menjadi pasal karet yang bisa disalahgunakan untuk mengkriminalisasi jurnalis yang melaporkan kritik terhadap pemerintah atau pejabat publik. Ambiguitas dalam pasal ini dapat mengekang kebebasan berekspresi dan independensi pers​.
  • Pasal 51 huruf E:
    Mengizinkan penyelesaian sengketa jurnalistik melalui pengadilan. Ini mengurangi peran Dewan Pers dan membuka pintu bagi intervensi hukum yang berlebihan dalam ranah jurnalistik, yang seharusnya independen dan dilindungi dari campur tangan hukum yang bisa bias​.

Respon dari Kalangan Pers

Dewan Pers dan berbagai organisasi jurnalis telah menyuarakan kekhawatiran mereka terhadap pasal-pasal tersebut. Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menegaskan bahwa pelarangan jurnalistik investigatif dan penyerahan penyelesaian sengketa jurnalistik kepada KPI adalah langkah mundur yang dapat membawa kembali pers ke masa otoritarian​. Ade Wahyudin, Direktur Eksekutif LBH Pers, juga mengkritik pasal-pasal ini sebagai senjata untuk membungkam dan mengontrol kerja jurnalistik yang seharusnya bebas dan independen​.

Bagaimana sikap kalangan pers di Kaltim?

Solidaritas pers di Kaltim juga tidak tinggal diam. Menyikapi hal itu, sejumlah insan pers di Kaltim melakukan aksi protes. Rabu, 29 Mei 2024 sekitar pukul 13.00 Wita para pekerja pers yang tergabung dalam Koalisi Kemerdekaan Pers (KKP) Kaltim melakukan aksi demontrasi di depan kantor DPRD Kaltim. Teman-teman pers Kaltim mendesak agar RUU Penyiaran ditolak pembahasannya karena cacat prosedural.

Diantara 6 poin tuntutan KKP salah satu diantaranya mendesak DPRD Kaltim agar ikut menolak pembahasan RUU Penyiaran karena bertentangan dengan demokrasi, pemberantasan korupsi dan hak asasi manusia.

Dampak Terhadap Kebebasan Pers

Indeks kebebasan pers Indonesia yang turun dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan betapa krusialnya menjaga independensi dan kebebasan pers. Pasal-pasal dalam RUU Penyiaran yang membatasi kerja jurnalistik investigatif dan memberi wewenang kepada KPI atas sengketa jurnalistik bisa memperburuk situasi ini. Jika disahkan, aturan ini berpotensi mengkriminalisasi jurnalis, mengurangi akses publik terhadap informasi yang akurat, dan mengekang kemampuan pers untuk menjalankan fungsi pengawasan​.

Masyarakat dan komunitas pers harus terus mengawal pembahasan RUU Penyiaran ini. Partisipasi aktif dalam memberikan masukan dan kritik konstruktif kepada DPR sangat penting untuk memastikan bahwa revisi undang-undang ini tidak mengorbankan kebebasan pers yang merupakan salah satu pilar utama demokrasi. Kebebasan pers harus tetap dilindungi dan dihormati, bukan dibatasi dengan regulasi yang ambigu dan tumpang tindih.

Kita sruput lagi es kopi gula aren mumpung langit senja masih terlihat indah.. sruuuuuuupprrttttt!! (*)

  • Herman Saromova

    Pelaku sekaligus penikmat diskusi politik di warung kopi.

POPULER
Search