PERTANYAAN yang seringkali dilontarkan pada penulis sendiri dan teman-teman yang mengemban program studi ilmu komunikasi, bahkan tidak jarang dari kami yang dilontarkan stigma mendiskreditkan perihal pekerjaan apa yang adekuat bagi seorang ahli komunikasi, apakah ekuivalen atau lumrah saja. Seringkali analogi antara profesi kerap terdengar, antara profesi lain yang dianggap lebih menjanjikan dibandingkan ilmu komunikasi itu sendiri.
Setiap kali, penulis mengajukan pertanyaan balik perihal ilmu komunikasi yang selalu dianggap remeh temeh oleh masyarakat awam. Lekas ditanggapi skeptis, dinafikan sebab terlanjur tabu di telinga masyarakat.
Simpelnya, ilmu komunikasi kerap dikait-kaitkan dengan ilmu yang hanya mempelajari teknik-teknik berkomunikasi yang efektif, asertif, dan persuasif, atau zilenial biasa menyebutnya sebagai kecakapan dan public speaking.
Tidak salah, benar adanya bahwa ilmu komunikasi mempelajari hal-hal yang awam diketahui masyarakat. Tapi, tahu tidak? Bahwasannya ilmu komunikasi tidak terbelenggu pada itu saja, seluruh ilmu yang berkaitan dengan analisa sosial dan politik juga diayomi/diguide oleh ilmu komunikasi, mencakup ruang yang teramat lapang, tidak sekadar ilmu yang mempelajari bagaimana caranya “Ngomong.”
For your information, nih, Ilmu komunikasi kerap digadang-gadangkan sebagai ilmu yang teramat dibutuhkan di tahun 2030 mendatang, sebab apa? Sebab tahun itu, Indonesia bahkan global mengalami sebuah fenomena bernama “Bonus Demografi” yang terjadi bersamaan dengan revolusi industri keempat.
Dengan industri 4.0, bisa dikatakan banyak tugas-tugas manusia yang akan digantikan oleh robot dan kecerdasan buatan, terutama tugas-tugas yang repetitive atau berulang. Bahkan, ada beberapa profesi yang diprediksi akan menghilang karena digantikan oleh teknologi, misalkan sekretaris, akuntan, teller bank, resepsionis, sopir, bahkan dokter.
Pada masa itu, akan menciptakan banyak lapangan pekerjaan baru, dan kebanyakan jenis pekerjaan baru yang tercipta di masa depan adalah pekerjaan yang berkaitan dengan keahlian dan kreativitas. Bahkan, pekerjaan yang berkaitan dengan daya cipta yang masih sulit dilakukan atau ditiru oleh robot atau kecerdasan buatan secanggih apapun.
Demikian pula pekerjaan tersebut adalah pekerjaan yang membutuhkan keahlian berpikir kritis, kemampuan berkomunikasi yang baik, kemampuan riset, bekerja sama, analisis masalah, dan sebagainya yang menjadi kompetensi dasar dari materi yang diajarkan dalam program studi ilmu komunikasi.
Ketika kita memiliki suatu keahlian dan keterampilan yang tidak bisa dilakukan oleh teknologi, kita akan memiliki nilai lebih dan mampu survive dalam lingkungan kerja mendatang.
Halaman Berikutnya