SELAMA 1 dasawarsa Jokowi menjabat, ekonomi Indonesia mengalami berbagai perkembangan. Turun naik. Mulai dari krisis Pandemi Covid-19, maraknya konflik geopolitik dan perang dagang di tingkat global, hingga munculnya tren kebijakan suku bunga acuan bank sentral di berbagai negara.
Namun, selama itu pula perekonomian Indonesia tumbuh di kisaran 5%, stabil namun tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan. Ini sesuai target untuk bisa lepas dari jebakan berpendapatan menengah atau middle income trap.
Seperti apa potret ekonomi Indonesia jelang genap 10 tahun Jokowi menjabat, berikut ini beberapa datanya:
1. Pertumbuhan Ekonomi Tetap di 5%
Grafik ekonomi Indonesia selama hampir 10 tahun Jokowi menjabat, belum mampu tumbuh di atas 5%. Bahkan, belum pernah mencapai target yang dicanangkan Jokowi sendiri saat pertama kali mengikuti kontestasi Pilpres pada 2014 silam. Saat masa kampanye pada tahun itu, ia menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 7%.
Mengutip catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2015 atau tahun pertama Jokowi efektif menjalankan roda pemerintahan hanya tumbuh 4,8%. Angka ini melambat dibandingkan 2014 yang tumbuh 5,02%. Pada 2016, pertumbuhan ekonomi hanya mampu kembali ke level 5,03%, lalu 2017 sebesar 5,07%, 2018 mencapai 5,17%, dan 2019 kembali ke 5,02%.
Pada 2020 atau saat meledaknya Pandemi Covid-19, ekonomi Indonesia terjun bebas hingga minus 2,07%. Namun 2021 kembali tumbuh 3,7%. Pada 2022 tumbuh lagi jadi 5,31%, dan 2023 hanya tumbuh 5,05%. Per kuartal II-2024 pun pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 5,05%.
2. Inflasi Rendah
Presiden Jokowi beberapa hari terakhir menepuk dada. Ia beranggapan mampu menjaga inflasi Indonesia di level stabil, yakni kisaran bawah 3%. Dirinya pun tak ragu menyebut Indonesia saat ini menjadi salah satu negara yang terbaik dalam menjaga tingkat inflasi.
“Di bulan Mei lalu inflasi kita berada di 2,84%. Ini merupakan salah satu yang terbaik di dunia,” ujarnya saat menghadiri Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi Tahun 2024 dan Tim Pengendali Inflasi Daerah Award Tahun 2024 di Istana Negara di Istana Negara, Jakarta, Jumat (14/6/2024).
Jokowi mengingatkan 9-10 tahun lalu inflasi berada di angka 9,6%. Namun, kini berbalik arah hingga bergerak di kisaran 2,5% plus minus 1%. Ia mengatakan, kondisi ini tak terlepas dari disiplinnya pemerintah pusat dan daerah dalam mengawal tingkat inflasi.
Namun, pada akhir masa pemerintahannya, Indonesia malah mengalami deflasi selama tiga bulan terakhir, yang menurut beberapa ekonomi menjadi pertanda daya beli masyarakat melemah.
Pada Juli 2024, Indonesia kembali mengalami deflasi sebesar 0,18% (month to month/mtm). Artinya, dalam tiga bulan sudah mengalami deflasi (mtm) yakni pada Mei 2024 sebesar 0,03%, sebesar 0,08% pada Juni 2024, dan sebesar 0,18% pada Juli 2024.
Deflasi selama tiga bulan beruntun adalah hal yang sangat jarang terjadi di negeri ini. Dalam periode 1986-2024 atau 38 tahun terakhir, deflasi selama tiga bulan beruntun hanya dua kali terjadi yakni pada 1999 dan 2020. Indonesia mencatat deflasi tiga bulan beruntun pada 2020 yakni pada Juli (-0,1%), Agustus (-0,05%), dan September (-0,05%).
Deflasi tiga bulan beruntun sebelumnya yang terjadi pada 1999. Pada tahun tersebut, deflasi bahkan terjadi dalam lima bulan beruntun yakni pada Maret (-0,18%), April (-0,68%), Mei (-0,28%), Juni (-0,34%), Juli (-1,05%), Agustus (-0,93%), dan September (-0,68%).
Halaman Berikutnya