SAMARINDA – Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) cabang Kota Samarinda, Kalimantan Timur mengupayakan pencegahan penyebaran berita hoaks di berbagai kalangan melalui Kelas Prebunking.
Kheyene Boer, selaku Person in charge (PIC) atau penanggung jawab acara memaparkan lebih lanjut saat diwawancarai pada Jumat (22/9) di Ruang Serbaguna Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman, Kota Samarinda.
“Jadi kegiatan hari ini adalah Kelas Prebunking secara tatap muka yang tujuannya memberikan pelatihan dan pendampingan pencegahan penyebaran hoaks kepada peserta,” bebernya.
Kegiatan yang bertajuk Pemetaan Hoaks Menjelang Pemilu 2024
ini difasilitasi oleh para anggota Mafindo yang berlatar belakang dosen Universitas Mulawarman.
“Fasilitator itu dari teman-teman Mafindo Wilayah Samarinda, yang latar belakangnya adalah Dosen Unmul,” jelasnya.
Guna menciptakan kelas yang efektif, para Fasilitator tidak sekadar memaparkan materi tetapi turut melibatkan peserta dalam praktik belajar.
“Nanti ketika sudah diberi materi, peserta diarahkan langsung praktik dengan mengerjakan tugas, misalnya memetakan anatomi hoaks, jadi nanti disediakan informasi, lalu peserta harus bisa menilai apakah itu informasi asli atau palsu,” ujarnya.
Organisasi yang terbentuk pada April 2022 ini, terus mengupayakan peningkatan literasi digital dengan mengadakan kegiatan-kegiatan serupa, khususnya saat menjelang Pemilu 2024.
“Jadi Mafindo Samarinda itu organisasi yang memang fokus pada peningkatan literasi digital terutama kami selalu mengusahakan penyikapan dalam menanggapi berita-berita hoaks dengan mengadakan kegiatan seperti ini, seperti kelas mengedukasi ke SMA karena pemilih Pemula ada di situ, pengadaan Kelas Cek Fakta, Kelas Prebunking ini sendiri, bahkan Kelas Tular Nalar Lansia,” jelasnya.
Lebih lanjut, Mafindo turut melibatkan berbagai pihak, baik dari kalangan sekolah menengah, mahasiswa, dosen, bahkan kelompok lanjut usia (Lansia) dalam rangkaian kegiatan edukasi sebab penyebaran hoaks tidak memandang usia.
“Kami tidak membatasi partisipan, seluruh kalangan bisa tetlibat, ada mahasiswa bahkan dari kalangan dosen juga ada karena semua bisa terpapar berita hoaks,” tutupnya. (dinda/ds)