Tingginya Pernikahan Dini di Kaltim, DPRD Soroti Minimnya Edukasi Reproduksi dan Peran KPAD

SAMARINDA – Kurangnya edukasi tentang kesehatan reproduksi di kalangan remaja dinilai menjadi salah satu faktor utama tingginya angka pernikahan usia dini di Kalimantan Timur. Hal ini disampaikan Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Damayanti, dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD), Senin (21/7/2025).

Berdasarkan data Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, tercatat ada 288 kasus pernikahan anak di bawah usia 19 tahun, dengan Balikpapan menjadi daerah tertinggi.

Damayanti menyoroti dampak pernikahan dini seperti kekerasan dalam rumah tangga, stunting, hingga ketidaksiapan psikologis pasangan muda dalam membesarkan anak. Ia menilai akar persoalan ini adalah kurangnya pemahaman remaja tentang peran dan tanggung jawab reproduksi sejak usia sekolah.

Selain itu, Damayanti mengkritisi kinerja KPAD yang dinilainya belum optimal, meski telah menerima anggaran hingga Rp500 juta per tahun. Ia membandingkan KPAD dengan Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kaltim yang dianggap lebih aktif menangani kasus.

“KPAD ini seperti antara ada dan tiada. Justru TRC yang dipimpin Ibu Rina Zainum yang selalu bergerak cepat,” ujar Damayanti.

Ia menekankan pentingnya penguatan kelembagaan dan strategi kerja yang lebih konkret agar anggaran tidak terbuang sia-sia. Damayanti juga mendorong KPAD untuk menjalin kerja sama erat dengan Dinas Pendidikan dalam menyusun program edukasi reproduksi yang menyasar pelajar.

“Penanganan isu anak tidak bisa dilakukan sendiri. Harus ada kolaborasi agar program benar-benar sampai ke sasaran,” tutupnya. (adv/dprd kaltim)

POPULER
Search