SIDRAP, Kutai Timur — Polemik tapal batas antara Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur (Kutim) kembali memanas. Mediasi yang difasilitasi Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur berakhir tanpa kesepakatan, sehingga kasus akan dilanjutkan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Wilayah yang diperebutkan adalah Dusun Sidrap, Desa Martadinata, Kecamatan Teluk Pandan. Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, mengatakan kedua pihak telah “sepakat untuk tidak sepakat” setelah mediasi dan verifikasi lapangan gagal menemukan titik temu.
“Kita menunggu hasil sidang MK. Apakah Sidrap masuk ke wilayah Bontang atau Kutim?” ujarnya, Senin (11/8/2025).
Sebelumnya, MK melalui putusan sela telah memerintahkan Gubernur Kaltim memediasi kedua belah pihak. Pertemuan pertama di Jakarta pada 31 Juli lalu tidak membuahkan hasil, begitu pula verifikasi lapangan di Sidrap.
Hasanuddin menegaskan, persoalan batas wilayah bukan sekadar garis di peta, tetapi menyangkut kejelasan administrasi pemerintahan dan pelayanan publik. Ia menyebut mayoritas warga Sidrap selama ini mendapatkan layanan pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dari Kota Bontang.
Namun, Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman menolak wacana penggabungan Sidrap ke Bontang. “Tanggung jawab kepala daerah itu wajib hukumnya. Dan ini akan terus kami lakukan,” tegasnya.
Di sisi lain, Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni menegaskan aspirasi warga Sidrap menjadi dasar sikap Pemkot. Ia menyebut ada tujuh RT dengan luas sekitar 164 hektare yang ingin bergabung ke Bontang.
“Kami memohon keikhlasan dari Bapak Bupati Kutim agar wilayah ini masuk ke Bontang. Tanpa kepastian hukum, pembangunan infrastruktur sulit dilakukan,” kata Neni.
Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud memastikan seluruh unsur, mulai dari pemerintah pusat hingga tokoh masyarakat Sidrap, telah dilibatkan dalam proses mediasi. Dengan buntunya pembahasan, sengketa ini akan kembali diputuskan melalui sidang MK. (adv/dprd kaltim)