SAMARINDA. Aturan pelarangan penggunaan sendal jepit saat berkendara bermotor oleh Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri masih menjadi polemik di tengah masyarakat, apalagi ada kesimpangsiuran dalam penegakannya, baik itu diberikan sanksi tilang atau hanya sekedar diingatkan.
Menurut Badan Pusat Statistik jumlah pengguna kendaraan roda dua di Indonesia pada tahun 2020 mencapai 115.023.039, dan tidak menutup kemungkinan setiap tahun terus meningkat.
Anggota DPRD Kota Samarinda Joni Sinatra Ginting saat ditemui oleh awak media di ruangan DPRD Kota, Selasa, 21 Juni 2022, memberikan tanggapan jika peraturan kepolisian tentang pelarangan penggunaan sendal jepit bagi pengendara bermotor sudah masuk ke dalam unsur melanggar hak asasi manusia (HAM).
Menurutnya, penggunaan sendal jepit sebenarnya menjadi hak asasi individu, tidak boleh ada aturan yang hanya berdasarkan asumsi saja. Dan aturan itu juga dibuat harus ada uji publik, hadirkan masyarakat, bukan hanya dari satu pihak.
“Peraturan tidak bisa hanya berasas dari pada asumsi atau anggapan saja, tanpa memberikan data dan bukti yang pasti,” ujarnya.
Pada dasarnya aturan pelarangan penggunaan sendal jepit yang dikeluarkan oleh Korlantas Polri mengacu pada aturan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor.
Tetapi, menurut politisi Partai Demokrat tersebut, seharusnya ketika pihak kepolisian ingin melakukan penerapan dari suatu aturan, pihak kepolisan juga harus memberikan data valid dari penggunaan sendal jepit yang menyebabkan cidera dalam kecelakaan bermotor, sehingga aturan tersebut bisa diterima dan dipahami oleh masyarakat.
Joni Sinatra Ginting juga berharap, setiap aturan yang akan dibuat itu tidak membuat masyarakat merasa tidak nyaman. Seharusnya setiap lembaga yang ingin membuat aturan harus memahami mekanisme pembuatan aturan tersebut, sehingga masyarakat mengerti dan memahami mekanisme peraturan yang akan di terapkan. (sur/adv/dprd smd)