Jangan Jadi Penonton, Nusantara Butuh SDM Lokal Mumpuni

Ketua DPD AMPI Samarinda, Arie Wibowo. (foto: istimewa)

SAMARINDA. Penamaan Nusantara oleh Presiden Jokowi pada IKN di Kaltim, disambut dengan respons berbeda oleh banyak kalangan. Ada yang menganggap nama itu sesuai dengan representasi Indonesia, ada juga yang menilai nama itu masih kurang tepat karena meninggalkan unsur kearifan lokal.

Beberapa tokoh Kaltim sebelumnya sempat sepakat untuk mengajukan nama Kutai Raya sebagai nama IKN. Alternatif lain, ada nama Kalimantan Nusantara. Presiden Jokowi dengan berbagai pertimbangan, akhirnya memilih nama Nusantara. Kondisi itu tentu saja membuat yang mengusulkan nama Kutai Raya kecewa meski tak sampai berlarut.

Pemilihan nama Nusantara ini seketika viral di medsos. Beragam respons netizen bermunculan. Bahkan respon juga didapatkan dari negara tetangga Malaysia. Ketua DPD AMPI Samarinda, Arie Wibowo, memberikan pandangannya terkait hebohnya penamaan itu. Menurut pengusaha muda ini, ada hal yang lebih penting dari sekadar penamaan. Yakni, bagaimana peran pemuda dan pemudi Kaltim saat ini yang nantinya akan berada pada usia matang di tengah kehadiran IKN.

“Pemilihan nama itu sebenarnya tak perlu diperdebatkan. Lebih penting adalah bagaimana generasi muda Kaltim, nantinya menjadi bagian penting IKN itu sendiri,” katanya.

Baginya, status IKN di kaltim adalah gerbang besar keniscayaan kemajuan bumi etam. Proses itu pasti berjalan siapapun pelakunya. Nah, kesiapan SDM Kaltim, bergantung pada diri masing-masing. Betul, pemerintah punya peran penting membuka celah keterlibatan SDM lokal nanti. Tapi, tanpa persiapan matang kemampuan dan kompetensinya, tetap akan terpinggirkan.

“IKN maju? Itu pasti. Siapapun yang mengawalnya. Masalahnya, apakah kita mampu berada di posisi pengawal dan pelaku pembangunan itu? Siapkah kita mengikuti level produktifitas dan laju kinerja jutaan SDM dari pusat yang nantinya datang bak gelombang air?” tambahnya.

Etos kerja, kondisi, target dan tantangan yang berbeda, punya peran penting membangun SDM lokal. Menurutnya sudah bukan rahasia umum kalau pola pikir, etos kerja dan tingkat disiplin para pekerja lokal berbeda dengan di Jawa atau Jakarta. Tekanan hidup dan tekanan pekerjaan membuat SDM Jawa dan Jakarta, terbiasa dengan kerja keras yang terukur.

Ari menolak disebut meragukan kualitas SDM lokal. Karena, kondisinya secara keseluruhan memang berbeda. “Ini paling mudah. Jarak kerja dan lingkungannya saja sudah berbeda. Tak bisa dibuat apple to apple. Orang Jakarta terbiasa berjam-jam berada di jalan hanya untuk menempuh perjalanan ke lokasi kerja. Sedangkan di sini tidak begitu,” paparnya.

“Paling penting bagaimana kita menyiapkan kompetensi diri, memaksimalkan kemampuan diri agar bisa mengimbangi kemampuan pekerja luar kaltim,” urainya.

Pada AMPI Samarinda yang dipimpinnya, menaikkan level kemampuan ini, ia terapkan. Ia membuka celah siapapun anggota AMPI yang mau bersinergi secara internal. Ruang diskusi untuk saling sharing terkait bidang usaha masing-masing dan bagaimana pengembangannya, rajin dilakukan.

“Ekosistim positif saling berbagi itulah yang kita bangun di AMPI. Proses pembelajaran yang membuka ruang potensi lainnya yang bisa digarap bersama,” jelasnya.

Meski diakuinya pula, menaikkan kualitas dan kecakapan tak semudah membalik telapak tangan. Ada proses yang harus dilalui.

“Terpenting, tumbuhkan niat dahulu. Karena meski difasilitasi dan terdukung sederet program yang baik di depan mata, tanpa niat untuk maju, semuanya jadi zonk,” pungkasnya. (*)

POPULER
Search