Supir Angkot yang Mau Jadi Pilot

KAMI termasuk golongan yang menghindari perdebatan. Tapi bukan berarti antiberdebat. Dengan berdebat, kami setidaknya bisa tahu wajah asli seseorang. Apakah berisi, setengah berisi, atau tidak ada isinya sama sekali.

Banyak hal yang tergambar, terungkap, tersampaikan kepribadian seseorang kala berdebat.

Seorang berilmu pun pernah berpesan, mudahan benar infonya begitu, bahwa kita diminta menghindari debat dengan orang yang tak paham akan apa yang didebatkan. Kami mau sebut: bodoh, tapi terlalu kasar. Terlalu menjustifikasi. Kesannya, hanya satu orang saja yang pintar.

Kita kerucutkan soal debat ini. Kita tarik ke dunia demokrasi yang oleh mbah mbah kita dulu dipilih sebagai sistem menjalankan roda pemerintahan.

Dalam pemilu, salah satu cara pemilih mengetahui kualitas yang bakal dipilihnya, ya melalui program debat.

Kami pikir, tata cara itu pasti bukan bermaksud sebagai panggung gagah-gagahan saja. Poinnya hanya satu: agar pemilih tahu apa rencana, gagasan, strategi, terobosan, inovasi, serta arah mau dibawa kemana bangsa ini.

Mau ke kanan, kiri, mundur, ke depan, ke atas, atau bahkan diam di tempat.

Maka dengan debatlah jalan kita semua untuk tahu akan hal itu.

Hasil dari debatlah, para pemegang suara bisa menentukan pilihannya. Jangan sampai memilih karung dalam kucing.

Maka, ketika tata cara sistem pilpres 2024 dimodifikasi, yakni ditiadakannya debat calon wakil presiden, timbullah beragam pertanyaan dan pernyataan.

Kecurigaan, dan teori cocoklogi pun bermunculan. Terlebih baru saja kita disuguhkan drama mengenai putusan Mahkamah Konstitusi mengenai batas usia calon wakil presiden. Meski akhirnya sang ketua pun dicopot, tapi putusan tetap berjalan. Nasi sudah jadi bubur, lengkap dengan suwiran ayam dan kerupuk melinjonya.

Maka, jangan larang siapapun untuk berpendapat bahwa aturan saat ini sesuai pesanan. Entah siapa yang memesan dan apa pesannya, mungkin sudah jadi rahasia umum, semua tahu akan itu.

Bangsa ini begitu besar. Negara ini begitu luas. Maka sangat diperlukan seorang pemimpin yang benar-benar sangat mumpuni. Tak hanya sebagai supir saja. Melainkan juga sebagai pilot yang mampu mengendalikan pesawat dalam keadaan genting sekalipun. Masak iya kita mau sembarangan menyerahkan kemudi pilot kepada supir angkot? Apa ngga bahaya tah?

Sekali lagi, ini bukan soal debat debatan. Kami juga tak mau berdebat apakah debat di pilpres 2024 nanti wajib ada atau tidak.

Sekali lagi, ini soal pesawat yang membawa banyak nyawa penumpangnya. Sebagai penumpang, tentu memasrahkan seribu persen keselamatannya kepada pilot dan copilotnya.

Kalau kami tahu pilotnya tidak berkualifikasi, mending pilih naik angkot meski supirnya ugal-ugalan. (*)

  • Deni Sulaksono

    Mediapreneur yang masih berupaya memantaskan diri dengan menyerap ilmu sebanyak-banyaknya.

POPULER
Search