Relasi Negara dan Islam di Indonesia: Pengalaman Nahdlatul Ulama (Bagian 2)

Kalangan ulama madzhab yang merasa diabaikan, atas gagasan KH. Abdul Wahab dengan restu KH. Hasyim Asy‘ari, membentuk komite sendiri untuk mengirim delegasi ke muktamar di Makkah. Komite yang kemudian diberi nama Komite Hijaz ini diketuai oleh H. Hasan Gipo, H. Saleh Syamil sebagai sekretaris, dan KH. Abdul Halim dan KH. Kholil Masyhuri sebagai pembantu, sementara KH. Hasyim Asy‘ari dan KH. Abdul Wahab sebagai penasehat. Komite mengawali kegiatannya dengan mengundang ulama-ulama terkemuka dan mempersiapkan pertemuan.

Pada tanggal 16 Rajab 1344 Hijriyah, bertepatan dengan 31 Januari 1926, pertemuan ulama digelar di Kertopaten Surabaya, di rumah Kyai Musa (mertua KH. Abdul Wahab). Para ulama yang hadir dalam pertemuan itu di antaranya adalah KH. Hasyim Asy‘ari Tebuireng Jombang, KH. Abdul Wahab Tambakberas Jombang, KH. Bisri Syansuri Denanyar Jombang, KH. Doro Muntoha (menantu KH. Kholil) Bangkalan Madura, KH. R. Asnawi Kudus, KH. Nawawi Pasuruan, KH. Ridlwan Mujahid Semarang, KH. Abdul Hamid Faqih Sedayu Gresik, KH. Zubair Gresik, KH. Abdul Halim Liewemunding Cirebon, KH. Maksum Lasem Rembang, KH. Nachrowi Malang, KH. Dahlan Abdul Qohar Kertosono, KH. Ridlwan Abdullah, KH. Mas Alwi Abdul Aziz dan KH. Abdullah Ubaid, ketiganya dari Surabaya, Syekh Ahmad Ghonaim al- Misri dari Mesir, dan beberapa ulama lainnya.49

Pertemuan para ulama yang dipimpin oleh KH. Hasyim Asy‘ari dan KH. Abdul Wahab Chasbullah ini membicarakan masalah pengiriman delegasi ke Makkah dan masalah penting lainnya, yaitu: 1) tentang kristenisasi dan sikap acuh tak acuh terhadap agama yang ditunjukkan oleh beberapa orang tertentu; 2) perjuangan umat Islam dalam menentukan nasib rakyat dan tanah air; 3) menghadapi aliran baru yang anti madzhab; 4) persatuan ulama ahlussunnah wal jama‟ah untuk meningkatkan perjuangan; dan 5) menghadapi ancaman kaum wahabiyah terhadap paham ahlussunnah wal jama‟ah di tanah Hijaz.

Pada pertemuan itu diresmikan Komite Hijaz yang telah dibentuk sebelumnya, dan memutuskan mengirim KH. R. Asnawi dari Kudus sebagai utusan ulama Indonesia untuk menghadap dan mengajukan permohonan kepada Raja Ibnu Saud, yaitu: 1) meminta kepada Raja Ibnu Saud untuk tetap memberlakukan kebebasan bermadzhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi‘i dan Hanbali); 2) memohon tetap diramaikannya tempat-tempat bersejarah, karena tempat tersebut telah diwakafkan untuk masjid, seperti tempat kelahiran Siti Fatimah, bangunan Khoizuron dan lain-lain; 3) mohon agar disebarluaskan waktunya musim haji, mengenai hal ihwal haji, baik ongkos haji, perjalanan keliling Makkah maupun tentang Syekh; 4) mohon hendaknya semua hukum yang berlaku di Hijaz ditulis sebagai undang-undang, supaya tidak terjadi pelanggaran hanya karena belum ditulisnya undang-undang tersebut; dan 5) jam‟iyah ulama mohon jawabantertulis yang menjelaskan bahwa utusan sudah menghadap Raja Ibnu Saud dan sudah menyampaikan usul-usul tersebut.50


49 Saifuddin Zuhri, op.cit., hlm. 609; juga Umar Burhan, op.cit., hlm. 18.

50 Musthofa Sonhadji, op.cit., hlm. 21.

Halaman Berikutnya

  • Hasyim Asy’ari

    Dosen Program Studi Doktor Ilmu Sosial, Konsentrasi Kajian Ilmu Politik, FISIP UNDIP Semarang; Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Jawa Tengah (2010-2014); Kepala Satkorwil Banser Jawa Tengah (2014-2018)

POPULER
Search