Relasi Negara dan Islam di Indonesia: Pengalaman Nahdlatul Ulama (Bagian 2)

Kebangkitan Ulama: Latar Sejarah Kelahiran NU13

LATAR belakang historis kelahiran Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi memiliki sejumlah interpretasi. Setidaknya ada tiga interpretasi yang seringkali digunakan untuk menjelaskan sejarah kelahiran NU.

Pertama, penjajahan oleh bangsa Eropa yang juga diikuti penyebaran agama Kristen mendorong para ulama untuk melakukan respon, di antaranya perlawanan kultural lewat jalur pendidikan dan dakwah. Para ulama sadar bahwa sikap non kooperatif terhadap politik etis Belanda tidak mungkin dilakukan bila tanpa memperkuat kembali jaringan ulama dan pesantren, dan ini ditafsirkan sebagai embrio lahirnya NU. Kedua, kebangkitan umat Islam, selain membawa dampak positif ternyata juga membaga ekses negatif, yaitu munculnya masalah khilafiyyah furu‟iyyah. Berbagai serangan kaum pembaharu yang meremehkan ulama penganut madzhab dalam praktek beragama, mendorong ulama untuk merespon dalam bentuk pembelaan terhadap faham Ahlussunnah wal jama‟ah dan sistem madzhab. Upaya merespon serangan kaum pembaharu ini juga menjadi salah satu faktor yang melatarbelakangi lahirnya NU. Ketiga, jatuhnya Khilafah Usmaniyah Turki, dan disusul dengan jatuhnya Hijaz ke dalam kekuasaan kaum Wahabiyyah, ini dikhawatirkan oleh para ulama dapat berakibat dilarangnya kehidupan bermadzhab di Haramain, dan karena itu para ulama berusaha untuk memperjuangkan agar kehidupan bermadzhab tidak dilarang. Perebutan dalam penentuan anggota komite dalam Konggres Dunia Islam juga tampil sebagai faktor penentu yang melatarbelakangi lahirnya NU.

Penjajahan di belahan dunia Islam dan penyebaran agama Kristen merupakan usaha simbiotik yang tidak dapat dipisahkan. H. Kraemer menyatakan bahwa perluasan kolonial dan ekspansi agama Kristen merupakan gejala simbiose yang saling menunjang.14 Arogansi Barat yang menganggap bangsa-bangsa lain dan agama mereka sebagai primitif dan “uncivilized“, dikejutkan oleh kekalahan demi kekalahan dalam perang Salib yang berkepanjangan selama kurang lebih 175 tahun (1095-1270).15 Belum lagi sembuh dari luka perang Salib, Yerusallem dengan Bait al-Maqdisnya yang dianggap tempat suci orang Kristen, pada tahun 1453 jatuh ke tangan Islam. Eropa dikejutkan jatuhnya Bizantium (Imperium Kristen di Timur) ke dalam kekuasaan Islam di bawah pimpinan Muhammad al-Fatih, Khalifah Turki Usmani. Bahkan Turki berhasil menguasai Bulgaria, Yugoslavia, Rumania, Hungaria dan berkembang terus ke Barat sampai batas Benteng Wina.16


13 Bagian ini bersumber pada: Musthofa Sonhadji, 2001, Hubungan Politik Nahdlatul Ulama dan Pemerintah Orde Baru, Disertasi, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga), kecuali disebutkan sumber lain.

14 Baca Aqib Suminto, 1985, Politik Islam Hindia Belanda, (Jakarta: LP3ES), hlm. 18.

15 M. Farid Wajdi, 1956, Dairah al-Ma‟arif, Jilid V, Kairo, hlm. 531.

16 Lothrop Stoddard, 1966, The World of Islam, alih bahasa Panitia, (Jakarta: Panitia), hlm. 24.

Halaman Berikutnya

  • Hasyim Asy’ari

    Dosen Program Studi Doktor Ilmu Sosial, Konsentrasi Kajian Ilmu Politik, FISIP UNDIP Semarang; Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Jawa Tengah (2010-2014); Kepala Satkorwil Banser Jawa Tengah (2014-2018)

POPULER
Search