Petugas Partai vs Non-Petugas Partai

SELEKSI, audisi, atau apapun lah sebutannya, para capres terus melakukan untuk mendapat pasangan yang sekiranya mewakili semua kepentingan partai pengurus. Di antara Ganjar dan Prabowo, tampaknya baru Anies Baswedan yang getol safari ke sana sini bertemu para tokoh.

Setelah sempat marak bakal meminang Yenny Wahid, putri Gus Dur, pria yang terakhir menyandang gubernur Jakarta itu diberitakan bakal menggandeng Susi Pudjiastuti. Meski beredar berita bahwa Anies mengatakan bahwa ia akan memberi kejutan siapa yang bakal diliriknya.

Apakah Susi Pudjiastuti? Bisa ya atau tidak. Bisa siapa saja. Terlebih Anies bilang bakal bikin kejutan. Taruhlah benar yang dipilih adalah mantan menteri gaul yang mengurusi kelautan itu, maka yang perlu digaristebal ialah ternyata koalisi oposisi tidak memasukkan hitung-hitungan suara berbasis organisasi.

Sebelumnya, Yenny Wahid adalah seorang Nahdiyin. Yang anggotanya puluhan juta itu. Barang tentu, suara NU lah yang dianggap mampu mengatrol perolehan suara.

Nah, jika ternyata yang dipilih adalah non-NU, atau bukan berasal dari golongan mana saja yang berbasis anggota jumbo dan pemilih loyal, maka ini akan menarik sekaligus membingungkan. Ya, membingungkan siapa saja. Kompetitor, pengamat, bahkan siapa pun lah.

Sepertinya, strategi yang dilempar oposisi adalah mereka berhipotesa bahwa yang dipilih rakyat adalah figur. Bukan dilihat dari mana ia berasal dan berkelompok. Dan mereka mencoba percaya bahwa tak ada yang namanya anggota organisasi yang benar-benar manut perintah pimpinannya.

Poin penting kedua adalah jika benar duet Anies-Susi, maka muncul istilah petugas partai vs non-petugas partai. Anies-Susi memang bukan kader partai. Beda dengan Ganjar Pranowo maupun Prabowo. Asumsinya adalah petugas partai itu mesti wajib mengikuti gerak kendang yang ditabuh pemimpinnya.

Sebaliknya di non-petugas partai. Tapi mesti begitu, tak bisa dipungkiri siapapun yang berada di lingkaran sesuatu, mesti tunduk dan patuh juga. Hanya kadarnya saja yang berbeda.

Dan poin paling utama adalah kita sudah lelah dengan semua ini. Kita lelah 10 tahun terakhir ribut hanya karena perbedaan pandangan politik.

Kita rindu dan sadar bahwa pemilu langsung, bebas, dan rahasia itu benar-benar obat mujarab perpecahan antar anak bangsa. (*)

  • Deni Sulaksono

    Mediapreneur yang masih berupaya memantaskan diri dengan menyerap ilmu sebanyak-banyaknya.

POPULER
Search