Islam, Negara dan Pancasila dalam Pandangan Nahdlatul Ulama

Sikap keras NU ini juga ditunjukkan dengan melakukan penolakan terhadap pengesahan P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). NU menilai bahwa P4 pada masa mendatang memiliki potensi untuk menggantikan agama, dan akan menjadi dasar pedoman segala kegiatan. Dengan demikian, identitas Islam akan hilang, lebur dalam satu ajaran yaitu Pancasila. NU menilai bahwa pelembagaan P4 ini akan dijadikan dasar pijakan pengakuan terhadap keberadaan “aliran kepercayaan”.

Berbagai pendekatan politik oleh pemerintah terhadap NU di tubuh PPP, demikian pula sebaliknya, mengalami jalan buntu. Akhirnya keputusan untuk menerima atau menolak pelembagaan P4 dilakukan dengan jalan voting. Dihadapkan pada posisi sulit demikian ini, NU di tubuh PPP mengalami ketidakpuasan, dan akhirnya melakukan walk out sebagai tanda protes pada saat dilaksanakan voting pada tanggal 18 Maret 1978. Sikap protes NU, kembali ditunjukkan pada sidang pengambilan keputusan tentang pengesahan “aliran kepercayaan”.

Sehari kemudian, pada tanggal 19 Maret 1978 NU kembali melakukan walk out sebagai tanda protes atas ketidaksetujuannya terhadap keberadaan “aliran kepercayaan” Dengan demikian, upaya kalangan Islam (dalam hal ini NU) dalam penolakan terhadap keberadaan aliran kepercayaan menemui kekalahan.

  • Kelima, pidato Khutbah Iftitah Rais Aam Syuriyah PBNU K.H. Achmad Siddiq pada pembukaan Munas Alim Ulama NU tahun 1987 di Cilacap. Pada saat itu K.H. Achmad Siddiq menyatakan sikap persaudaran yang dikembangan di lingkungan warga NU adalah persaudaraan Islam (ukhuwah Islamiyah), persaudaraan kebangsaan (ukhuwah wathaniyah), dan persaudaraan kemanusiaan (ukhuwah basyariyah). Pandangan ini menunjukkan bahwa konsep persaudaraan yang dianut oleh NU sangat luas, tanpa memandang agama dan bangsa, bahkan mencakup persaudaraan kemanusiaan.
  • Keenam, salah satu keputusan penting dalam Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-32 di Makasar 22-27 Maret 2010 adalah hasil pembahasan masalah-masalah keagamaan (bahsul masail diniyyah). Selama ini forum bahsul masail dalam Muktamar NU hanya meliputi dua bidang, yaitu pembahasan masalah kasus-kasus keagamaan tertentu (bahsul masail diniyyah waqiiyah) dan pembahasan masalah keagaman tematik-konseptual (bahsul masail diniyyah maudluiyyah). Pada Muktamar NU ke-32 terdapat forum baru yang melakukan tinjauan keagamaan terhadap perundang-undangan di Indonesia (bahsul masail diniyyah qanuniyah). Forum ini digunakan untuk membahas dan memutuskan pandangan NU terhadap masalah seputar perundang-undangan di Indonesia.

NU memandang bahwa setiap undang-undang hendaklah selalu hidup dan bermanfaat untuk menjawab perkembangan tuntutan kehidupan masyarakat. Dalam hal ini NU memegang prinsip al muhafazhat ‘ala al qadim al shalih wa al akhdz bi al jadid al ashlah, yaitu proses transformasi kehidupan masyarakat memerlukan komitmen yang kuat terhadap nilai-nilai positif dari tradisi yang telah sejak lama berkembang dalam masyarakat, namun pada saat yang sama juga bersikap responsif kepada perkembangan zaman.

Atas dasar itulah, Muktamar NU ke-32 menyusun Qawaidut Taqnin yang dimasudkan sebagai pedoman dan standar NU dalam mempertahankan, mengkritisi, mengawal, dan mengusulkan peraturan perundang-undangan.

Halaman Berikutnya

  • Hasyim Asy’ari

    Dosen Program Studi Doktor Ilmu Sosial, Konsentrasi Kajian Ilmu Politik, FISIP UNDIP Semarang; Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Jawa Tengah (2010-2014); Kepala Satkorwil Banser Jawa Tengah (2014-2018)

POPULER
Search